Telah diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda.
“Artinya : Janganlah kalian mengkhususkan puasa pada hari Jum’at, kecuali jika berpuasa sehari sebelum atau setelahnya” [Ditakhrij oleh Muslim : Kitabush Shaum/Bab Karahiatu Shiyam Yaumul Jum'ah Munfaridan (1144)]
Hikmah dalam larangan pengkhususan hari Jum’at dengan puasa adalah  bahwa hari Jum’at merupakan hari raya dalam sepekan, dia adalah salah  satu dari tiga hari raya yang disyariatkan, karena Islam memiliki tiga  hari raya yakni Idul Fitri dari Ramadhan, Idul Adha dan Hari Raya  mingguan yakni hari Jum’at. Oleh sebab itu hari ini terlarang dari  pengkhususan puasa, karena hari Jum’at adalah hari yang sepatutnya  seseorang lelaki mendahulukan shalat Jum’at, menyibukkan diri berdoa,  serta berdzikir, dia serupa dengan hari Arafah yang para jama’ah haji  justru tidak diperintahkan berpuasa padanya, karena dia disibukkan  dengan do’a dan dzikir, telah diketahui pula bahwa ketika saling  berbenturan beberapa ibadah yang sebagiannya bisa ditunda maka lebih  didahulukan ibadah yang tak bisa ditunda daripada ibadah yang masih bisa  ditunda.
Apabila ada orang yang berkata, “Sesungguhnya alasan ini, bahwa  keadaan Jum’at sebagai hari raya mingguan seharusnya menjadikan puasa  pada hari itu menjadi haram sebagaimana dua hari raya lainnya (Fitri dan  Adha) tidak hanya pengkhususannya saja”.
Kami katakan, “Dia (Jum’at) berbeda dengan dua hari raya itu ; sebab  dia berulang di setiap bulan sebanyak empat kali, karena ini tiada  larangan yang berderajat haram padanya, selanjutnya di sana ada  sifat-sifat lain dari dua hari raya tersebut yang tidak didapatkan di  hari Jum’at.
Adapun apabila dia berpuasa satu hari sebelumnya atau sehari  sesudahnya maka puasanya ketika itu diketahui bahwa tidak dimaksudkan  untuk mengkhususkan hari Jum’at dengan puasa, karena dia berpuasa  sehari sebelumnya yaitu Kamis atau sehari sesudahnya yaitu hari Sabtu.
Sedangkan soal seorang penanya, “Apakah larangan ini khusus untuk  puasa nafilah (sunah) atau juga puasa Qadha (pengganti hutang puasa) ?
Sesungguhnya dhahir dalilnya umum, bahwa makruh hukumnya  mengkhususkan puasa sama saja apakah untuk puasa wajib (qadla) atau  puasa sunnah, -Ya Allah-, kecuali kalau orang yang berhutang puasa itu  sangat sibuk bekerja, tidak pernah longgar dari pekerjaannya sehingga  dia bisa membayar hutang puasanya kecuali pada hari Jum’at, ketika itu  dia tidak lagi makruh baginya untuk mengkhususkan hari Jum’at untuk  berpuasa ; karena dia memerlukan hal itu.
***
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin






0 Comments:
Posting Komentar